info muria- Kudus. Kabupaten atau kota di Provinsi Bali tidak hanya maju urusan pariwisata saja, namun juga aspek-aspek lainnya. Mulai dari urusan kebersihan dan keindahan, tata pemerintahan, seni budaya hingga strategi menekan jumlah ledakan penduduk. Terkait hal itu, pekan lalu Komisi D dan A DPRD Kudus ngangsu kawruh ke Kabupaten Gianyar dan Bangli untuk mempelajari lebih dekat strategi dua daerah di Provinsi Bali itu yang dinilai berhasil urusan menekan jumlah ledakan penduduk dan tata pemerintahan yang selaras dengan UU Desa. Seperti apa? Diakui atau tidak, gerakan dua anak cukup terus mengendor usai kejatuhan Orde Baru tahun 1998 lalu. Beragam persoalan baru justru muncul setelah era reformasi. Salah satunya adalah ledakan jumlah penduduk yang kian tak terkendali. Dan hal ini terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia.
Ketua Komisi D DPRD Kudus Mukhasiron mengatakan ledakan penduduk memunculkan beragam persoalan baru. Pemerintah mau tak mau harus menyiapkan beragam infrastruktur dan berbagai layanan seiring naiknya jumlah penduduk. Jika hal ini tidak diantisipasi, dikhawatirkan akan memunculkan beragam masalah di kemudian hari. Mulai dari masalah urusan layanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan lain sebagainya. Ledakan penduduk juga bisa memicu meningkatnya tindak kriminalitas.
Terkait hal itu, Komisi D pun ngangsu kawruh ke Kabupaten Gianyar Bali. Kabupaten ini termasuk daerah yang berhasil menekan angka ledakan penduduk. Data kependudukan akhir Desember 2014 menunjukkan jika penduduk Kabupaten Gianyar sekitar 527 ribu jiwa. Padahal jumlah penduduk Kudus pada periode yang sama sudah tembus angka 800 ribu jiwa.
"Strateginya apa itu yang kita pelajari. Kudus kabupaten terkecil di Jateng. Sedang Gianyar urutan ketujuh dari sembilan kabupaten atau kota di Bali," kata politis PKB ini kemarin.
Anggota Komisi D lainnya, Mawahib menambahkan selama di Gianyar, pihaknya juga mempelajari lebih dekat urusan progam sanitasi dan air bersih. Sebab Gianyar baru saja diganjar award dari Kemenko Kesra RI karena berhasil dalam bidang tersebut. Sedang di Kabupaten Bangli, khusus ngangsu kawruh bidang kesra.
"Sisi positif penerapan kebijakan beberapa bidang itu bisa kita adopsi untuk diterapkan di Kudus," jelas politisi Golkar ini.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Kudus, Mardiyanto mengatakan kabupaten atau kota di Bali maju urusan tata pemerintahan. Mereka juga sudah lebih siap seiring berlakunya UU No 6 tahun 2014 tentang Desa. Di Kudus, hingga kemarin UU Desa belum bisa dijalankan karena terganjal peraturan daerah (perda) terkait hal itu.
Menurut Mardiyanto ada sejumlah imbas seiring belum berjalannya UU Desa tersebut. Salah satunya terkait dengan pemanfaatan tanah bengkok desa.
Selama ini, sebelum lahirnya UU Desa kades hingga perangkat desa mendapat penghasilan dari tanah bengkok desa. Padahal UU Desa mengharuskan bengkok desa dilelang dan hasilnya digunakan untuk membayar penghasilan kades dan perangkatnya.
Namun karena belum ada perda, pemerintah desa tidak berani menggunakan hasil lelang bengkok desa tersebut.
"Sebenarnya perda itu sudah dibahas tinggal pelaksanaan saja. Makanya kita ngangsu kawruh ke Kabupaten Bangli, Bali karena di sana sudah berjalan," jelas Mardiyanto.
Saat menerima rombongan DPRD Kudus, Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan dan Kesra Setda Gianyar Cokorda Gde Rai Widiarsa Pemayun mengatakan pihaknya melakukan berbagai pendekatan untuk menekan ledakan penduduk. Kesadaran warga terus digugah agar mau mengerem angka kelahiran. Di Gianyar harga tanah saat ini per meter persegi bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Dan hasilnya, warga mau membatasi hingga hanya dua anak saja.
Menurut Widiarsa, warga sebenarnya sudah menyiapkan nama anaknya sesuai urutan kelahiran. Yakni Wayan (anak pertama), Made (anak kedua), Nyoman (anak ketiga) dan Ketut (anak keempat).
"Pendekatan budaya kita prioritaskan. Ini tidak hanya urusan mengerem ledakan penduduk saja. Soal sanitasi juga sama kita maksimalkan peran Subak (semacam perkumpulan petani pengguna air - P3A) di Bali. Kita dapat world heritage dari Unesco juga karena itu," terang Widiarsa.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Bangli, Komang Carles yang ditemui terpisah mengatakan jauh-jauh hari daerahnya sudah menerapkan amanat UU Desa. Semisal urusan membiayai gaji kades dan perangkatnya.
APBD Bangli tahun 2015 ini hanya sekitar Rp900 miliar. Meski begitu, Alokasi Dana Desa (ADD) tiap desa di Bangli, rata-rata sudah mencapai Rp600 juta. Selain untuk urusan pembangunan, ADD itu juga digunakan membayar gaji kades dan perangkat.
"Sejak lama kami memang tidak ada bengkok. Ini artinya seiring berlakunya UU Desa kita juga lebih siap," tandasnya.
0 komentar: